Mengenai Saya

Foto saya
Denpasar, BALI, Indonesia

Kamis, 14 Oktober 2010

Manajemen Perawatan




Klasifikasi Maintenance.JPG
Menurut Ebeling (1997), perawatan (maintenance) didefinisikan sebagai aktivitas agar komponen/sistem yang rusak akan dikembalikan/diperbaiki dalam suatu kondisi tertentu pada periode tertentu. Manajemen perawatan bertujuan untuk mempelajari, mengidentifikasi, mengukur, dan menganalisis serta memperbaiki kerusakan fungsi operasional suatu sistem dengan meningkatkan umur pakainya, mengurangi probabilitas kerusakan dan mengurangi downtime, yang pada akhirnya akan meningkatkan ketersediaan sistem tersebut untuk operasi. Manajemen perawatan selalu berhubungan dengan reliabilty, dan reliabilty pun selalu berhubungan denganfailure, karena walaupun suatu sistem atau komponen telah didesain, diproduksi, dan dioperasikan secara benar, tetapi kemungkinan kerusakan fungsional akan tetap ada. Klasifikasi perawatan dapat dilihat pada gambar berikut ini

Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum sebuah komponen atau sistem mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsi. Tujuanpreventive maintenanace adalah sebagai berikut :
1. Mencegah atau meminimasi akibat terjadinya kegagalan
2. Mendeteksi kegagalan
3. Menemukan kegagalan tersembunyi
4. Meningkatkan reliabilty dan availability komponen atau sistem tersebut.

Perawatan Berdasarkan Variabel Waktu (Time Directed Maintenance)
Kebijakan perawatan ini dilakukan berdasarkan variabel waktu. Kebijakan perawatan yang sesuai untuk diterapkan pada Time Directed Maintenance adalah Periodic Maintenance dan On-condition Maintenance. Periodic Maintenance (Hard Time Maintenance) adalah Preventive Maintenance yang dilakukan secara terjadwal dan bertujuan untuk mengganti suatu komponen atau sistem berdasarkan rentang waktu tertentu. Sedangkan On-condition Maintenance merupakan Preventive Maintenanceyang dilakukan berdasarkan kebijakan dari operatornya, yang meliputi kegiatan cleaning, inspection,dan lubrication. Faktor yang mendasari dua jenis Time Based Maintenance di atas, yaitu :
1. Faktor Keamanan (Safe Life Limit)
Kegiatan perawatan dilakukan karena tuntutan terhadap faktor keamanan atau faktor keselamatan yang tinggi.
2. Faktor Ekonomi (Economic Life Limit)
Dilakukan untuk kegiatan perawatan yang membutuhkan biaya yang besar. Perawatan pencegahan dengan penggantian komponen dilakukan secara terjadwal pada interval waktu tertentu. Jika terjadi kegagalan pada komponen sebelum mencapai usia penggantiannya, ada 2 kebijakan yang dapat digunakan, yaitu :
1. Age Replacement
Pada kebijakan Age Replacement, komponen akan diganti (discard) pada saat terjadi kegagalan dan kebijakan perawatan penggantian pencegahan akan dilakukan kembali pada saat komponen tersebut mencapai usia Tp jam dari waktu setelah dilakukannnya tindakan penggantian komponen (t1+Tp).

Age Replacement.JPG
2. Block Replacement
Pada kebijakan Block Replacement, komponen akan diganti pada saat terjadi kegagalan dan kebijakan perawatan pencegahan akan dilakukan kembali pada saat komponen mencapai usia Tp jam sejak komponen itu mulai beroperasi (T = 0).
Block Replacement.JPG












Condition Based Maintenance
Condition Based Maintenance adalah Preventive Maintenance yang dilakukan berdasarkan kondisi tertentu dari suatu komponen atau sistem, yang bertujuan untuk mengantisipasi komponen atau sistem tersebut agar tidak mengalami kerusakan. Kegiatan perawatan ini dilakukan apabila variabel waktu tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu, kebijakan yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah Predictive MaintenancePredictive Maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan menggunakan sistem monitoring, antara lain pengukuran suara, analisis getar, dan sebagainya.
Failure Finding
Failure finding merupakan kegiatan Preventive Maintenance yang bertujuan untuk menemukan kegagalan yang tersembunyi dengan cara memeriksa fungsi tersembunyi (Hidden Function) secara periodik untuk memastikan kapan suatu komponen mengalami kegagalan.
Run to Failure
Run to Failure atau disebut juga No Scheduled Maintenance dilakukan apabila tidak ada tindakan pencegahan yang efektif dan efisien yang dapat dilakukan. Apabila dilakukan pencegahan, akan membutuhkan banyak biaya atau dampak dari kegagalannya tidak terlalu berpengaruh. Perawatan ini termasuk dalam Preventive Maintenance, karena merupakan kesengajaan dalam membiarkan perangkat mengalami kerusakan.
Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance)
Corrective Maintenance adalah kegiatan perawatan yang tidak direncanakan. Kegiatan ini dilakukan setelah suatu komponen atau sistem mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan komponen atau sistem yang rusak tersebut pada kondisi seperti semula. Kegiatan perawatan ini bersifat tidak terjadwal, artinya tergantung dari kondisi komponen atau sistem itu sendiri.

Intelligent Network (IN)


Intelligent Network (IN) merupakan suatu arsitektur jaringan telekomunikasi yang mempunyai tujuan untuk memberikan framework sehingga kerja dari jaringan untuk implementasi, kontrol dan managementmenjadi lebih efektif, lebih ekonomis, dan lebih cepat proses kerjanya . Konsep Intelligent Networkdapat di aplikasikan pada jenis jaringan apapun dan teknologi apapun. Pada konsep Inteligent Networkdikenal lapisan (layer) ;
Service Control Point Layer ini adalah layer utama dan adalah layer (lapisan) puncak dari sebuah sistem Intelligent Network . Logika keputusan atas layanan ditanam dan di aplikasikan padalayer ini.

Service Transfer Point Layer ini adalah penghubung antara layer SCP dan SSP. Bertindak sebagai“router” yang mengarahkan permintaan keputusan logika dari SSP menuju ke SCP.
Service Swithing Point Layer ini bertugas sebagai eksekutor atas keputusan logika yang ditetapkan oleh layer SCP. SSP juga bertugas sebagai layer yang mengontrol pertanyaan logika menuju SCP.
Access Network Access Network adalah layer jaringan akses sebagai pintu dari initiatorpengguna jaringan menuju logika keputusan yang tertanam pada layer SCP.

Charging and Care
Layanan charging dan care adalah pemanfaatan layanan Intelligent Network yang paling banyak dilakukan. Layanan charging and care diterapkan pada produk GSM pra bayar dimana pelanggan harus membayar sejumlah deposit uang sebelum dapat menggunakan layanan GSM yang di tawarkan. Apabila pelanggan pra bayar akan melakukan panggilan atau memanfaatkan jasa layanan lainya, maka MSC sebagai swithing center akan menanyakan kepada SCP apakah pelanggan bersangkutan dapat di perboleh kan melakukan panggilan atau tidak. SCP akan memeriksa ketersediaan deposit uang milik pelanggan (pulsa), kemudian akan memeriksa apakah status pelanggan dalam keadaan aktif atau tidak. Hasil keputusan logika SCP akan diberitahukan ke pada MSC untuk dapat di tindak lanjuti.

Arsitektur IN (SCP) GSM untuk layanan charging and care
arsitektur IN (scp) GSM.jpg

Rater, Charging dan Common Database
Didalam modul Rater terdapat algoritma penghitungan besaran tarif yang bergantung pada parameter-parameter yang tersimpan dalam bentuk table di dalam Common Database. Didalam modul Chargingbertugas menambah atau mengurangi account milik pelanggan sesuai dengan pentarifan yang ditentukan modul rater. SCP-Charging and care menyediakan sejumlah account untuk setiap nomor MSISDN.

Dump File dan Ticket
Dump file dikeluarkan dari SCP secara berkala satu kali satu hari. Dump file melaporkan keadaan/status masing masing pelanggan per saat dump file dikeluarkan. Setiap transaksi yang dilakukan oleh pelanggan akan tercatat dalam ticket.

Arsitektur Sistem
Terdapat tiga bagian besar dalam arsitektur GSM Network, yaitu jaringan akses atau disebut RSS (Radio Subsistemdan Core Network atau NSS (Network Switching Subsistem) dan Operation Sub Sistem (OSS).

SS7
SS7 merupakan sebuah arsitektur untuk melewatkan pensinyalan out-of-band yang mendukung pembangunan panggilan, billing, perutingan, dan fungsi perubahan informasi dari public switched telephone network (PSTN).

Basis Data (Database)
Basis data merupakan kumpulan data yang saling berhubungan yang disimpan secara bersama sedemikian rupa dan tanpa pengulangan (redundansi) yang tidak perlu, untuk memenuhi berbagai kebutuhan

Workflow

Workflow adalah fasilitas komputerisasi atau otomatisasi sebagian atau seluruhnya dari sebuah proses bisnis. Dokumen, informasi, atau task di proses sesuai dengan aturan prosedural yang berlaku.

Workflow digunakan untuk koordinasi task antar user dengan tujuan utama adalah efesiensi, cepat dan menguntungkan. Workflow bertugas untuk mengatur aliran kerja dan aktifitas user. Workflow itu sendiri terdiri dari suatu set aktifitas. 



Gambar 1. Set Aktifitas dalam Workflow


Workflow Management System
  1. Definisi
  2. Workflow management adalah sebuah koordinasi otomatis, control yang terintegrasi dan komunikasi dari aktifitas, yang diperlukan untuk menjalankan workflow proses. Sedangkan Workflow Management System (WfMS) adalah kumpulan tools yang menyediakan support untuk management service dari mulai pembuatan workflow, running workflow sampai administrasi dan monitoring proses workflow. WfMS mengelola aliran aktifitas, kesesuaian partisipan dengan task-task yang bersangkutan serta mengkoordinasikan user dengan partisipan system dan resource. Koordinasi tersebut juga mengatur jalannya task data dari partisipan satu ke partisipan yang lain sesuai dengan aliran yang sudah ditetapkan. Partisipan harus melakukan action atas resource pada saat dibutuhkan. Berbagai jenis WfMS sudah banyak bermunculan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa WfMS memiliki fungsi-fungsi standart. Fungsi-fungsi standart yang ada pada sebuah WfMS adalah:
    1. Kemampuan untuk memodelkan workflow
    2. Kemampuan untuk mengkoordinasikan dan mengatur eksekusi workflow (enactment service)
    3. Kemampuan untuk menangani exception
    4. Kemampuan untuk memonitor status proses workflow
  3. Karakteristik
  4. Secara garis besar aplikasi WfMS memiliki 2 bagian utama yaitu desain dan run time system. Namun sebenarnya jika di break down lebih jauh aplikasi ini memiliki 3 buah area fungsi. 3 Buah Area itu merupakan area-area yang nantinya dapat menunjang proses-proses workflow. Selain 3 area tersebut, ada sebuah area tambahan yang dalam implementasinya juga sangat bermanfaat. 3 Area fungsi utama dan 1 buah area tambahan tersebut adalah :
    1. Fungsi Build-time (Build-time Function)
    2. Di area ini dilakukan analisis terhadap bisnis proses dari aplikasi yang akan dibangun. Kemudian dari hasil analisis tadi bisnis proses tersebut dimodelkan ke dalam bentuk yang nantinya bias diterapkan dalam WfMS.
    3. Fungsi Kontrol Runtime (Run-time Control Function)
    4. Pada fase ini workflow proses di kelola dalam lingkungan yang sesungguhnya serta mengelola proses agar dapat menangani rangkaian aktivitas yang beraneka ragam. Di area inilah Process Definition dilakukan. Dimana bisnis proses yang sudah dimodelkan pada area Build Time didefinisikan atau diimplementasikan ke dalam sebuah WfMS.
    5. Interaksi Runtime (Run-time Interaction)
    6. Area dimana terjadi interaksi antar sistem dengan partisipan. Komponen yang ada pada fase ini ada dua. Yang pertama adalah Enactment Service. Komponen ini berperan menterjemahkan bisnis proses yang sudah dimodelkan dan diimplementasikan. Komponen inilah yang menetukan aktifitas yang harus dilakukan terhadap suatu dokumen sesuai dengan workflow atau bisnis proses yang sudah dimodelkan tersebut. Yang kedua adalah Application and IT tools. Ini adalah antarmuka yang menghubungkan antara user dengan aplikasi. Antarmuka ini menampilkan apa yang harus dilakukan oleh user, sesuai dengan workflow yang sudah diterjemahkan oleh Enactment
    7. Kombinasi dari proses adminsitrasi dan history
    Gambar 2. Karakteristik Workflow System
    Salah satu yang menjadi kelebihan dari infrastruktur workflow adalah kemampuannya untuk mendistribusikan task atau informasi antar partisipan. Fungsi distribusi ini memiliki level beragam, antar workgroup, antar departemen, atau antar organisasi. Selain itu, berbagai jenis mekanisme telekomunikasi seperti radio, email, instant messaging, dan sebagainya, dapat digunakan tergantung dari ruang lingkup sistem itu sendiri.
    Gambar 3. Workflow Enactment Service
Rules-Driven Workflow Rules-Driven Workflow merupakan workflow yang aktifitasnya dikendalikan oleh rule atau kumpulan dari rule yang disebut juga dengan RulesetRuleset ini berada didalam sebuah Policy.


Gambar 4. Rules dan Policy dalam Rules-Driven Workflow


Penggunaan rules-driven workflow dalam suatu sistem, menjadikan sistem lebih fleksibel, yang akan memudahkan apabila terjadi perubahan dalam policy yang akan mengubah aliran kerja.


Gambar 5. Meta Model Rules-Driven Workflow


  1. Rules
  2. Rule merupakan aturan yang digunakan untuk mengendalikan sebuah workflowRule dapat berupa aktifitas- aktifitas yang harus dijalankan oleh partisipan yang 8 mempunyai hak. Ruleditentukan pada saat build time. Kumpulan rules disebut juga dengan Ruleset.
    Gambar 6. Contoh Rule dan Ruleset Pada OrderProcessingPolicy
    Rule yang ada pada OrderProcessingPolicy diatas adalah invalidItem dan invalidZip. Rule invalidItem adalah if itemNum not in between 1 – 6 then error message, dan rule invalidZip adalah if zipCode > 5 digit and not in between 600 – 99998 then error message. Bila syarat rule terpenuhi, maka akan disimpan dan akan menanyakan order berikutnya.
  3. Policy
  4. Policy dalam workflow merupakan kebijakan yang didalamnya hanya terdapat satu ruleset.Policy diterapkan pada workflow untuk mengatur jalannya workflow. Apabila aturan- aturan yang terdapat dalam sebuah policy tidak terpenuhi, maka workflow dapat menjadi tidak selesai (halt).
    Gambar 7. Policy pada OrderProcessingPolicy

IBC (Indoor Building Coverage)

IBC adalah singkatan dari Indoor Building Coverage atau juga biasa disebut Indoor Building Solution. Tujuan pembangunan IBC adalah untuk memperbaiki kualitas sinyal dan trafik didalam gedung yang memiliki kualitas sinyal jelek atau memiliki trafik yang sangat padat. Gambar 1 yang berwarna kuning menunjukkan ilustrasi kondisi gedung yang mempunyai kualitas sinyal yang buruk. Realitanya ada area gedung yang memiliki kualitas sinyal seperti ini. Kasus ini sering terjadi di basementdan ground. Hal ini disebabkan karena redaman (loss) oleh bangunan terhadap daya sinyal dari BTS terdekat. Untuk memperbaiki level sinyal yang buruk tersebut diperlukan pembangunan penguat sinyal seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. 

Gambar 1. Sistem Kondisi sinyal gedung terhadap BTS



Gambar 2. Implementasi IBC


Antenna Indoor
Antenna adalah Suatu perangkat yang berfungsi untuk mengubah gelombang elektromagnetik terbimbing menjadi gelombang elektromagnetik di ruang bebas ataupun sebaliknya. Antenna indoor terdiri dari 2 macam yaitu Omni-directional dan directional (Plannar). Pemilihan antenna pada ruangan disesuaikan dengan kondisi ruangan tersebut. Un ruagan yang melebar disarankan agar menggunakanantenna Omni-directional. Sedangkan untuk ruangan yang berbentuk memanjang seperti lorong disarankan menggunakan antenna Directional. Pola radiasi dari antenna Omni-directional danDirectional ditunjukkan seperti pada gambar 3 dan 4.


Gambar 3. Pola radiasi antenna Omni-directional



Gambar 4. Pola radiasi antenna directional


Combiner
Combiner adalah komponen pasif yang berfungsi untuk menggabungkan dua sinyal radio frekuensi atau lebih yang berbeda mejadi satu keluaran sinyal sesuai dengan band frekuensinya. Ada banyak jenis dan bentuk dari combiner. Jenis jenis combiner antara lain 2 in 1 out, 2 in 2 out, 4 in 1 out, 4 in 2 out, 4 in 4 out, 8 in 2 out, 8 in 4 out, 10 in 1 out, 10 in 4 out.

Splitter
Splitter adalah suatu komponen pasif yang berfungsi untuk membagi inyal RF menjadi dua, tiga, empat atau lebih sesuai dengan jenis splitter yang digunakan. Dalam penggunaan di IBC, biasanya splitter yang digunakan adalah Splitter 2-Way, 3-Way, dan 4-Way.

Jumper
Jumper adalah komponen yang digunakan untuk menghubungkan antara komponen satu dengan yang lain agar dalam proses instalasi tidak mengalami kesulitan.

Connector
Connector adalah komponen pasif yang digunakan pada ujung kabel feeder agar dapat dihubungkan dengan komponen yang lain. Untuk connector RF terdiri dari 3 jenis yaitu connector N, SMA dan connector DIN. Sedangkan untuk connector FO terdiri dari E2000, MTRJ, MPO, LC, MU, FC, SC, ST.

Kabel Feeder (Coax Cable)
Kabel feeder (Coax Cable) yang di pergunakan di IBC terdiri dari beberapa jenis. Jenis dari kabel feeder ini ada 4, yaitu; 1/2 in, 7/8 in, 1 ¼ in dan 1 5/8 in. Loss kabel dipengaruhi oleh frekuensi yang digunakan.

Master Unit (MU)
MU adalah perangkat menyediakan interface BTS. Setelah sinyal-sinyal yang berbeda digabungkan MU mengubah sinyal radio downlink dari BTS menjadi sinyal optik, dan sebaliknya mengubah sinyal optik menjadi sinyal radio uplink bagi BTS.

Tapper
Tapper adalah passive component yang digunakan untuk membagi satu sinyal menjadi 2 sinyal yang masing-masing portnya memiliki redaman yang berbeda. Beberapa jenis dari tapper adalah tapper 15, tapper 10, tapper 7 dll.

Remote Unit (RU)
Remote Unit (RU) berfungsi untuk berhubungan dengan antenna atau komponen pasif. Fungsi utama RU adalah mengubah sinyal optik menjadi sinyal radio pada bagian downlink, kemudian mengirimkan sinyal RF ke antenna. Unutk sisi uplink sinyal RF akan diubah menjadi sinyal oktik, kemudian di transmisika melalui jaringan serat optic hingga sampai BTS.

Perancangan Jaringan Indoor

Dalam pembangunan indoor terdapat beberapa bagian pekerjaan, pekerjaan tersebut antara lain DAS (Distribution Antenna System), CME (Civil Mechanical Electrical), dan Transmisi.

DAS (Distribution Antenna System) Pada dasarnya dalam membuat suatu perencanaan DAS untuk jaringan indoor terdiri dari: Walk Test Before, Coverage Commitment, Scematic Diagram, Power Budget Calcilation, Layout Antenna, BOQ (Bill Of Quantity).

  1. Drive Test Before
  2. Drive test adalah suatu pekerjaan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari hasil pengukuran kualitas sinyal suatu jaringan. Drive test indoor atau biasa disebut walktest dilakukan dengan berjalan kaki diarea tertutup seperti di dalam gedung perkantoran,Mall ,dsb. Parameter-parameter yang biasa diperhatikan pada hasil Drive test:
    1. BCCH
    2. Broadcast Control Channel = frekuensi yg digunakan dlm GSM untuk downlink BTS ke MS (berkisar 890MHz-915MHz utk yg GSM 900)
    3. ARFCN
    4. Absolute Radio Frequency Channel = sebutan kanal yg digunakan untuk mewakili brapa nilai dari frekuensi. Jd misalnya disebut ARFCN BCCHnya 18 , nah artinya nti 18 itu dikonversi menjadi nilai MHz.
    5. RxLev
    6. Tingkat kuat level sinyal penerima di MS (rentang dalam minus dB),makin kecil mkin lemah
    7. RxQual
    8. Tingkat kualitas sinyal penerima di MS (rentangnya skala 0- 7),makin besar makin jelek.
    9. SQI (Speech Quality Indicator)
    10. Indikator kualitas suara dalam keadaan dedicated atau menelpon dengan rentang -20 s.d 30, makin besar makin baik.
  3. Coverage Commitment
  4. Coverage commitment adalah gambaran area yang menjadi acuan dalam perancangan penempatan antenna yaitu area-area yang akan dicakup. Covereage commitment dalam gedung ditentukan dengan memberi warna (biasanya kuning) pada area lantai yang akan dicakup.
  5. Scematic Diagram
  6. Scematic diagram adalah diagram perencanaan yang menggambarkan wiring atau konfigurasi material dan perangkat sistem indoor building. Contoh konfigurasi indoor diperlihatkan seperti pada gambar 1.
    Gambar 1. Schematic Diagram
  7. Power Budget Calculation
  8. Perhitungan link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level daya threshold (RSL ≥ Rth). Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan loss guna mencapai SNR yang diinginkan direceiver. Dalam perhitungan link budget di indoor building output antenna service (EIRP) sangat tergantung dari material yang digunakan dan topologi jalur kabel yang didesain. Perhitungan link Budget dilakukan dengan menjumlahkan semua gain dan redaman yang terdapat pada material dan perangkat. Secara umum perhitungan link budget ditunjukkan seperti pada persamaan di bawah ini: EIRP = Gant + LNetwork + GRBS Dimana : EIRP = Effective Isotropic Radiated Power LNetwork = Redaman jaringan Gant = Gain Antenna GRBS = Gain RBS (output perangkat)
Perencanaan Jaringan Transmisi
Perencanaan jaringan transmisi adalah salah satu perencanaan yang sangat penting dalam membangun site. Tujuan dari perencanaan transmisi adalah menentukan link transmisi dari new site ke BTS terdekat. Tahapan dalam membuat jaringan transmisi terdiri dari coordinate mapping dan menentukan LOS.
  1. Coordinate Mapping
  2. Proses ini dilakukan dengan cara memetakan data koordinat wilayah BTS (kandidat nominal) yang diperoleh dari bagian Radio Network Planning (RNP). Dari data koordinat yang diberikan oleh RNP maka akan diketahui beberapa BTS yang berada di sekitar Gedung atau site. Biasanya jumlah Koordinat BTS yang diberikan oleh operator adalah tiga.
  3. Menentukan LOS (Line of Sight)
  4. LOS (Line of Sight) sering diibaratkan sebagai jarak pandang antara mata dengan objek yang dilihatnya. Program yang biasa digunakan adalah Pathloss. Program ini membutuhkan data-data seperti koordinat letak BTS, kontur ketinggian area, serta ketinggian antena yang dipakai BTS-BTS tersebut.
  5. CME (Civil, Mechanical, Electrical)
  6. Perencanaan CME terdiri dari perencanaan bentuk Shelter/Shelterless beserta pondasinya, perencanaan bentuk dan ukuran pole, penentuan bak control, serta perencanaan jalur listrik dan system grounding, penentuan wiring (gambar diagram) jaringan listrik yang digunakan. Perencanaan Bentuk Shelter atau Shelterless Dalam perencanaan Shelter atau shelterless, pertama tama harus ditentukan terlebih dahulu mengenai spesifikasi dan tipe perangkat yang akan digunakan.
Model Propagasi Indoor Karakteristik utama yang membedakan antara propagasi RF indoor denganOutdoor adalah multipathnya yang cenderung berbeda. Dalam propagasi indoor redaman dipengaruhi oleh kondisi linkungan seperti dinding, furniture, dan manusia. Indoor path loss dapat berubah tergantung dari kondisi ruangan tersebut.

Pada model Keenan Motley, path loss didapatkan dengan menjumlahkan redaman free space, redaman dinding dan redaman lantai yang dilewati oleh gelombang yang dipancarkan dari pemancar menujuke penerima.. Model propagasi Keenan Motley dapat dirumuskan seperti persamaan di bawah ini:
Dimana :
R = Jari-jari sel (m)
λ = Panjang gelombang (m)
P = Jumlah soft partition antara transmitter dan receiver
= Jumlah haed partition antara transmitter dan receiver
AF = Attenuation Factor / nilai redaman (dB)

Tabel 1. Nilai redaman bahan (AF)

Strategi Implementasi Transisi IPv4 ke IPv6


Abstraksi
IPv4 yang telah dikenal dan digunakan secara luas di seluruh dunia dewasa ini menghadapi suatu permasalahan yang cukup penting yaitu semakin menipisnya persediaan alamat yang tersisa. Di akhir Triwulan III 2010 saja, alokasi alamat IPv4 publik yang dapat digunakan hanya tersisa sekitar 5% saja. Kondisi ini mendesak dunia networking untuk bertransisi dari IPv4 kepada IPv6. IPv6 dengan berbagai macam kelebihan dan fitur-fiturnya hadir sebagai solusi bagi fenomena ini serta mampu mengakomodasi pengalamatan dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan IPv4. Strategi implementasi transisi dari IPv4 ke IPv6 yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan IPv6-to-IPv4 Tunneling, 6VPE, dan kemudian IPv4-to-IPv6 Tunneling. Dengan mengikuti langkah ini, jaringan eksisting berbasis IPv4 diharapkan dipandu secara bertahap namun pasti untuk mencapai konvergensi IPv6. Di samping ketiga metoda tersebut, masih terdapat pula beberapa metoda lain, seperti misalnya NAT (Network Address Translation), NAT444, NAT64, maupun IPv4 – IPv6 Dual Stack. Metoda-metoda memang dapat digunakan sebagai solusi jangka pendek, namun dipandang kurang dapat mengkomodasi permasalahan dasar, yaitu terbatasnya alokasi IPv4, karena keseluruhan metoda tersebut mau tak mau tetap memerlukan alamat IPv4 secara signifikan.



Dalam sistem pengalamatan jaringan internet di dunia, telah umum digunakan IP address versi 4 atau IPv4. Secara umum, format penulisan alamat IPv4 adalah x.x.x.x di mana ‘x’ merupakan representasi dari 8 bit/digit bilangan biner yang ditulis dalam bentuk bilangan desimal, dengan rentang nilai 0 hingga 255. Melihat kepada alokasi rentang nilai tersebut, maka secara efektif jumlah alamat IP publik yang tersedia pada IPv4 adalah 232 = 4,294,967,296 buah alamat dengan beberapa pengecualian, seperti alamat IP privat dan beberapa alamat IP untuk tujuan-tujuan khusus. Secara umum, saat seseorang maupun sebuah perusahaan ingin mendapatkan alamat IP publik bagi server atau terminal miliknya, maka pihak tersebut perlu mendaftar dahulu kepada organisasi yang memiliki hak untuk memberikan alokasi alamat, yang salah satunya adalah APNIC (Asia-Pasific Network Information Centre). APNIC melayani pengalamatan IP dan AS (Autonomous System) di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Hal yang menjadi permasalahan yang dihadapi dunia global saat ini adalah keterbatasan sisa alamat IPv4. Posisi triwulan III 2010 di Indonesia, jumlah statistik alokasi alamat IPv4 hanya tinggal tersisa sebanyak 5% (Gambar 1). Di sisi lain, pada tahun 2011, APNIC telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan memberikan lagi alamat IPv4 bagi para pemohon alamat IPv4.

1.jpg
Gambar 1 Posisi Alokasi Alamat IPv4 per akhir Triwulan III 2010 (Sumber: http://ipv6summit.or.id)

Sebagai salah satu bentuk antisipasi atas jumlah alamat IPv4 publik yang semakin menipis, maka sistem pengalamatan dengan versi yang lebih baru telah dibuat, yaitu IP address versi 6 ataupun IPv6. Teknik penulisan alamat IPv6 adalah y:y:y:y:y:y:y:y dengan masing-masing ‘y’ merupakan 4 bit hexadesimal ataupun 16 bit biner. Dari format tersebut terlihat bahwa jumlah alamat yang mampu diakomodasi oleh IPv6 jauh lebih besar daripada IPv4, yakni sebanyak 2128 atau sekitar 3.4 x 1038 buah alamat. Selain jumlah alamat yang mampu diakomodasi lebih banyak, terdapat banyak kelebihan lain yang dimiliki oleh IPv6, di antaranya:
1. IPv6 menyediakan konektivitas end-to-end yang lebih baik dibandingkan IPv4 IPv6 dengan jumlah alamat yang jauh lebih besar tidak memerlukan NAT dan lebih dapat menjamin konektivitas end-to-end secara baik.
2. Struktur header IPv6 yang lebih sederhana sehingga memberikan proses routing yang lebih cepat.
3. Sistem keamanan/sekuriti IPv6 yang lebih baik karena telah terintegrasinya protokol IPSec di dalamnya.
4. Kemampuan multicast dan anycast yang lebih baik dibandingkan IPv4.
5. IPv6 mengikuti desain prinsipal IPv4 sehingga memungkinkan transisi/migrasi secara mulus dari IPv4.
Bagi sebuah perusahaan penyedia layanan jaringan ataupun provider, perlu dilakukan proses transisi pada jaringan dari IPv4 kepada IPv6 seiring dengan semakin bertambahnya permintaan konektivitas pelanggan dan juga semakin berkembangnya jumlah konten berbasis IPv6. Proses transisi dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah dengan melakukan upgrade pada perangkat maupun jaringan yang terkait. Di Indonesia yang jaringan IPv4-nya telah tersebar secara luas, dapat dilakukan 3 buah langkah urutan metoda transisi yang akan dipaparkan pada bagian selanjutnya. Ketiga langkah urutan metoda transisi ini dapat dinilai sebagai langkah paling efektif untuk bermigrasi secara bertahap karena berangkat dari perombakan paling minimum hingga mencapai tahap mature. Berikut pemaparan ketiga langkah transisi yang dimaksud.

1. IPv6-to-IPv4 tunneling
Metoda ini memungkinkan transmisi paket IPv6 di atas jaringan IPv4. Paket IPv4 dapat ditransfer tanpa ada gangguan seperti kondisi eksisting, sedangkan untuk paket IPv6, akan ditambahkan header paket IPv4 sehingga jaringan akan melihat paket ini sebagai paket IPv6. Alamat IP tujuan bagi paket yang headernya ditambahkan tersebut adalah alamat tujuan IPv4 yang ditambahkan dengan 32 bit alamat IP di depannya, yaitu biasanya berupa prefiks 2002::16/16, sedangkan alamat IP sumber paket tetaplah berupa alamat IP host maupun router yang mengirimkan paket. Secara umum, segmentasi jaringan dapat terbagi menjadi 4 level seperti pada Gambar 2, yaitu terdiri atas jaringan customer, akses, transport, dan internet. Untuk mengimplementasikan metoda IPv6-to-IPv4 tunneling, maka perangkat yang digunakan oleh pelanggan perlu dikondisikan agar mampu mendukung fitur IPv6, sementara jaringan akses serta transport dibiarkan tetap IPv4. Elemen pada jaringan yang menjadi konsiderasi pada metoda ini dititikberatkan pada CE (Customer Edge, bisa berupa router ataupun perangkat lain) serta IGW (Internet Gateway) karena perangkat tersebut perlu memiliki kapabilitas penambahan maupun pembongkaran header IPv4.

2.jpg
Gambar 2 Metoda IPv6-to-IPv4 Tunneling

Pro-kontra metoda IPv4-to-IPv6 tunneling:
t1.jpg

2. 6VPE
Dengan menggunakan 6VPE, provider tidak perlu melakukan perubahan signifikan pada backbone IP MPLS (Multi Protocol Label Switching) IPv4. 6VPE sendiri merupakan MPLS bagi IPv6 yang ditransportasikan melalui jaringan transport berbasis IPv4. 6VPE memberikan keuntungan bagi provider yaitu tidak diperlukannya perombakan pada jaringan transport. Di sisi lain, jaringan yang berkaitan dengan pelanggan dan akses harus telah berbasis IPv6. Perangkat-perangkat yang dimaksud dapat berupa CE (Customer Edge), perangkat-perangkat level akses seperti misalnya BRAS (Broadband Remote Access Server), dan juga pada IGW (Internet Gateway). Tampilan jaringan adalah seperti pada Gambar 3. Secara umum jaringan pelanggan dan akses telah terkonvergensi sehingga mendukung IPv6, sedangkan jaringan transport dibiarkan berbasis IPv4, namun ditambahkan fitur 6VPE untuk mengakomodasi trafik IPv6 yang melaluinya.

3.jpg
Gambar 3 Metoda 6VPE

Pro-kontra metoda 6VPE:
t2.jpg


3. IPv4-to-IPv6 tunneling
IPv4-to-IPv6 tunneling merupakan metoda kebalikan dari IPv6-to-IPv4 tunneling. Metoda ini biasanya diimplementasikan saat konvergensi IPv6 hampir mencapai tahap mature, yaitu di mana hampir seluruh konten internet maupun paket telah berbasis IPv6. Pada dasarnya, IPv4-to-IPv6 tunneling ditujukan untuk mengakomodasi paket dengan konten IPv4 yang bisa jadi masih eksis di masa IPv6 maturity. Pada metoda ini, masing-masing jaringan di level pelanggan, akses, dan transport telah berbasis IPv6. Tunnel dibuat di level CE (Customer Edge) hingga IGW (Internet Gateway). Hal inilah yang menjadi konsiderasi bagi provider di saat proses sebelum penggelaran karena perangkat tersebut harus mampu memiliki kemampuan penambahan maupun pembongkaran header IPv6 agar paket IPv4 dipandang sebagai paket IPv6, dan sebagai hasilnya dapat ditransfer melalui jaringan IPv6. Tampilan jaringan adalah seperti pada Gambar 4.

4.jpg
Gambar 4 Metoda IPv4-to-IPv6 Tunneling

Pro-kontra metoda 6-to-4 tunneling:
t3.jpg

Di samping ketiga buah metoda di atas, masih terdapat pula beberapa metoda yang dapat digunakan, seperti misalnya NAT (Network Address Translation), NAT444, NAT64, maupun IPv4 – IPv6 Dual Stack. Metoda-metoda memang dapat digunakan sebagai solusi jangka pendek, namun dipandang kurang dapat mengkomodasi permasalahan dasar, yaitu terbatasnya alokasi IPv4, karena keseluruhan metoda tersebut mau tak mau tetap memerlukan alamat IPv4 secara signifikan.


Rekomendasi:
Provider dengan kondisi jaringan skalabilitas yang besar berbasis IPv4 dapat mengikuti metoda
transisi IPv6-to-IPv4 tunneling, 6VPE, dan IPv4-to-IPv6 tunneling secara bertahap. Penyesuaian yang
perlu dilakukan dimulai dari level pelanggan, lalu beranjak kepada jaringan akses dan kemudian
berakhir di jaringan transport. Metoda translasi maupun dual stack bisa juga digunakan sebagai solusi
jangka pendek.

Topologi WiFi


Topologi WiFi
Jika dalam jaringan konvensional dikenal berbagai jenis topologi jaringan, seperti starring, dan bus, pada WiFi hanya dikenal 2 jenis topologi jaringan yatu ad hoc dan infrastructure.

Topotogi Ad Hoc
Topologi ad hoc adalah topologi WiFi dimana komputer maupun mobile station terhubung secara langsung tanpa menggunakan AP. Jadi komunikasi langsung dilakukan me!alui masing-masing perangkat wireless yang terdapat pada komputer atau perangkat komunikasi lainnya. Prinsip kerja ad hoc sarna dengan prinsip kerja peer to peer.
Topologi Ad Hoc.JPG

Topologi Infrastructure
Topologi infrastructure adalah topologi WiFi dimana komputer-komputer maupun mobile stasions dalam suatu jaringan terhubung melalui AP. Jadi setiap komputer maupun mobile station yang hendak berhubungan satu sama lain harus melewati AP terlebih dahulu, baru kemudian dapat menggunakan sumber daya yang ada pada jaringan.
Topologi Infrastructur.JPG

Frekuensi dan Channel
Wireless LAN 802.11 b menggunakan pita frekuensi ISM, yaitu pada rentang frekuensi 2400-2483.5 MHz yang merupakan spektrum RF yang bebas lisensi (unlicensed). Karena frekuensi ini tidak dilisensi maka penggunaannya adalah bebas dan tidak memerlukan lisensi. Selain itu, belum adanya peraturan tentang penggunaan frekuensi ini menyebabkan. kemungkinan terjadinya interferensi. Untuk menghindari interferensi di dalam suatu jaringan WiFi yang menggunakan beberapa kanal diperlukan minimal jarak frekuensi tengah setiap kanal yang digunakan adalah 25 MHz.
Spektrum frekuensi ISM yang digunakan sebagai frekuensi operasi.JPG

Komponen Integrasi WiFi Dengan Jaringan Indoor GSM
Sistem integrasi ini menggunakan antena distribusi, dimana pada pendistribusiannya dipengaruhi oleh beberapa komponen yang akan digunakan. Komponen ini akan mempengaruhi.besarya nilai daya yang dipapancarkan oleh masing-masing antena indoor. Komponen integrasi yang terpenting diantaranya adalah Multi Band Combiner, Hybrid Combainer, Access Point, antena indoor, power splitter, Booster dan kabel feeder.

Antena Indoor
Penentuan lokasi antena indoor sangat penting untuk memastikan bahwa seluruh daerah yang ingin dicover akan terlayani dengan baik. Untuk itu perlu perencanaan yang sesuai dengan memperhatikan kondisi daerah yang akan dilayani. Antena indoor di sini juga berarti antena distribusi, karena berfungsi untuk membagi power output AP dan power output dari BTSsampai ke masing-masing antena yang digunakan dalam suatu sistem jaringan indoor. Antena distribusi merupakan sekumpulan antena indoor pada beberapa lokasi tertentu di dalam gedung agar tidak ada blankspot. Ada tiga tipe antena indoor yang digunakan pada sistem jaringan indoor, yang masing-masing tipe digunakan sesuai dengan kondisi dan bentuk ruangan atau area yang dicover.

a. Antena Omni directional
Antena tipe ini memiliki pola radiasi 360°, biasa digunakan untuk hubungan point-to-multipoint.
b. Antena Directional
Antena directional atau planar memiliki pola radiasi 180° dan memiliki gain antena yang lebih besar jika dibandingkan dengan antena omni directional.
c. Antena Bi-directional
Antena jenis ini memiliki karakteristik propagasi yang sama dengan antenna directional yaitu sektoral, tetapi antena bi-directional memancar dua arah, sehingga cocok digunakan untuk area yang memanjang dimana antenna directional tidak dapat mengcoverya (areanya terlalu panjang).

Splitter
Splitter merupakan suatu elemen jaringan indoor yang digunakan untuk membagi power output AP ke beberapa keluaran dengan besar redaman yang sama di masing-masing outputnya.
a. 2 way splitter
Splitter ini memiliki dua jalur keluaran, dimana besar redaman pada masing - masing jalurnya sebesar -3 dB.
Ilustrasi 2 way splitter.JPG
b. 3 way splitter
Splitter ini memiliki tiga jalur keluaran, dimana besar redaman pada masing-masing jalurya sebesar – 4.7 dB.
IIustrasi 3 way splitter.JPG
c. 4 way splitter
Splitter jenis ini memiliki empat jalur keluaran, dimana besar redaman pada masing-masing jalurya sebesar -6 dB.
IIustrasi 4 way splitter.JPG
Tapper
Tapper merupakan perangkat jaringan indoor yang digunakan untuk membagi power outputBTS indoor menjadi dua keluaran secara tidak simetris, yaitu besar redaman pada masing-masing output tapper berbeda. Keluaran P2 (p2 port) selalu memiliki redaman yang lebih besar daripada keluaran P1 (P1 port). Terdapat tiga macam tapper, yaitu :
a. Tapper 7
Tapper ini memiliki dua jalur keluaran, dimana besar redaman pada port P2 sebesar -7 dB sedangkan pada port P1 memiliki redaman sebesar - 1 dB
Ilustrasi tapper 7.JPG
b. Tapper 10
Tapper ini memiliki dua jalur keluaran, dimana besar redaman pada port P2 sebesar - 10.4 dB sedangkan pada port P1 memiliki redaman sebesar - 0.4 dB.
IIustrasi tapper 10.JPG
c. Tapper 15
Tapper ini memiiiki dua jalur keluaran, dimana besar redaman pada port P2 sebesar - 15.1 dB sedangkan pada port P1 memiliki redaman sebesar - 0.1 dB.
lIustrasi tapper 15.JPG
Access Point
AP berfungsi mengumpulkan, mendistribusikan, dan merutekan data trafik dalam daerah cakupannya. AP juga berfungsi menjaga keamanan dan keabsahan konektivitas suatu AP dengan AP lainnya dan suatu AP dengan terminal user.

Multi Band Combiner
Multi Band Combiner merupakan perangkat penggabung daya antara sinyal GSM dari BTS dengan sinyal WiFi dari AP. Multi Band Combiner juga merupakan interface atau penghubung antara jaringan WiFi dengan jaringan yang tersedia. Keluaran dari Multi Band Combiner ini merupakan sinyal yang bekerja pada range frekuensi GSM dan WiFi yaitu 800 - 2500 MHz

Booster
Booster berfungsi untuk meningkatkan power level di dalam jaringan WiFi. Daya yang ditambahkan oleh perangkat ini sebesar 5 dB.